Pengawasan obat dan makanan merupakan salah satu pilar utama dalam menjaga kesehatan masyarakat. Di balik setiap produk yang beredar di pasaran, terdapat serangkaian pengujian ketat untuk memastikan keamanan, kualitas, dan khasiatnya.
Salah satu komponen fundamental dalam pengujian tersebut adalah baku pembanding atau reference standard. Tanpa adanya baku pembanding yang andal, hasil pengujian laboratorium menjadi tidak valid, sehingga berpotensi membahayakan konsumen dan merusak kepercayaan publik terhadap produk obat dan makanan.
Artikel ini akan membahas secara mendalam mengenai apa itu baku pembanding, perannya dalam pengawasan obat dan makanan, jenis-jenisnya, proses sertifikasi, serta mengapa penggunaannya sangat krusial dalam industri farmasi dan pangan.
Pengertian Baku Pembanding
Baku pembanding (sering juga disebut reference standard, standard reference material, atau certified reference material) adalah zat yang telah teruji secara ketat dan digunakan sebagai acuan dalam pengujian kualitatif maupun kuantitatif suatu sampel. Dalam konteks pengawasan obat dan makanan, baku pembanding berfungsi sebagai “standar emas” yang memastikan bahwa metode analisis yang digunakan menghasilkan hasil yang akurat, konsisten, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Baku pembanding biasanya memiliki karakteristik yang telah ditetapkan dengan jelas, seperti kemurnian, stabilitas, dan konsistensi. Penggunaannya sangat luas, mulai dari penentuan kadar zat aktif dalam obat, deteksi kontaminan dalam makanan, hingga validasi metode analitis di laboratorium.
Tanpa baku pembanding yang valid, hasil pengujian bisa menjadi bias, tidak akurat, atau tidak dapat dibandingkan antar laboratorium. Hal ini tentu sangat berbahaya, terutama dalam industri yang berhubungan langsung dengan kesehatan manusia seperti farmasi dan pangan.
Pentingnya Baku Pembanding dalam Pengawasan Obat dan Makanan
a. Menjamin Akurasi dan Presisi Hasil Pengujian
Dalam setiap pengujian laboratorium, baik untuk obat maupun makanan, diperlukan suatu tolok ukur untuk memastikan bahwa instrumen dan metode analisis yang digunakan bekerja dengan akurat. Baku pembanding berfungsi sebagai tolok ukur tersebut. Misalnya, dalam pengujian kadar parasetamol dalam tablet, baku pembanding parasetamol yang kemurniannya telah diketahui digunakan untuk membandingkan hasil pengukuran sampel. Jika hasil pengukuran sampel sesuai dengan baku pembanding, maka dapat dipastikan bahwa metode dan instrumen yang digunakan valid.
b. Memastikan Konsistensi Antar Laboratorium
Baku pembanding juga memungkinkan hasil pengujian dari berbagai laboratorium di seluruh dunia dapat dibandingkan. Ini sangat penting dalam pengawasan global, di mana suatu produk obat atau makanan mungkin diuji di beberapa laboratorium yang berbeda sebelum disetujui edarnya. Dengan menggunakan baku pembanding yang sama, diharapkan hasil pengujian akan konsisten, tidak peduli di mana pengujian dilakukan.
c. Memenuhi Persyaratan Regulasi
Badan pengawas obat dan makanan di berbagai negara, seperti BPOM di Indonesia, FDA di Amerika Serikat, atau EMA di Eropa, mewajibkan penggunaan baku pembanding yang bersertifikat dalam pengujian produk. Tanpa bukti penggunaan baku pembanding yang valid, produk tidak akan mendapatkan izin edar. Regulasi ini bertujuan melindungi konsumen dari produk yang tidak memenuhi standar keamanan dan kualitas.
d. Mendukung Penelitian dan Pengembangan
Di tahap riset dan pengembangan produk obat atau makanan baru, baku pembanding sangat penting untuk memvalidasi metode analitis yang dikembangkan. Peneliti membutuhkan kepastian bahwa metode yang mereka gunakan dapat mendeteksi dan mengukur senyawa target dengan akurat sebelum metode tersebut diterapkan dalam pengujian rutin.
Jenis-Jenis Baku Pembanding
Baku pembanding dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria, seperti sumbernya, tingkat sertifikasinya, atau penggunaannya. Berikut adalah beberapa jenis baku pembanding yang umum digunakan dalam pengawasan obat dan makanan:
a. Primary Reference Standard
Baku pembanding primer adalah standar yang memiliki kemurnian sangat tinggi dan biasanya dikeluarkan oleh lembaga resmi seperti United States Pharmacopeia (USP), European Pharmacopoeia (Ph. Eur.), atau World Health Organization (WHO). Baku pembanding primer dianggap sebagai standar tertinggi dan sering digunakan untuk mengkalibrasi baku pembanding sekunder.
b. Secondary Reference Standard
Baku pembanding sekunder adalah baku yang dikalibrasi terhadap baku pembanding primer. Meskipun kemurniannya mungkin tidak setinggi baku primer, baku sekunder tetap memiliki validitas yang tinggi dan sering digunakan dalam pengujian rutin di laboratorium industri atau laboratorium pengawas.
c. In-House Reference Standard
Beberapa perusahaan atau laboratorium mungkin membuat baku pembanding sendiri untuk keperluan internal, yang disebut in-house reference standard. Baku ini harus dikarakterisasi dengan baik dan divalidasi terhadap baku pembanding primer atau sekunder yang bersertifikat. Penggunaannya biasanya terbatas pada pengujian internal dan tidak untuk tujuan regulasi.
d. Certified Reference Material (CRM)
Certified Reference Material adalah baku pembanding yang disertifikasi oleh lembaga terakreditasi, seperti NIST (National Institute of Standards and Technology) di Amerika Serikat atau BAM (Bundesanstalt für Materialforschung und -prüfung) di Jerman. CRM memiliki sertifikat yang menyatakan nilai properti tertentu (seperti kemurnian, konsentrasi, dll) beserta ketidakpastiannya.

Proses Sertifikasi dan Sumber Baku Pembanding
a. Proses Sertifikasi
Baku pembanding yang andal harus melalui proses sertifikasi yang ketat. Proses ini meliputi:
- Karakterisasi: Penentuan sifat fisik dan kimia baku, seperti kemurnian, stabilitas, dan identitas.
- Homogenitas: Memastikan bahwa baku pembanding seragam di seluruh bagian sampel.
- Stabilitas: Pengujian stabilitas baku dalam berbagai kondisi penyimpanan untuk memastikan umur simpan yang memadai.
- Penetapan Nilai: Penetapan nilai properti (misalnya kemurnian) dengan metode yang valid, sering melibatkan beberapa laboratorium independen.
- Penerbitan Sertifikat: Lembaga sertifikasi akan menerbitkan sertifikat yang menyatakan nilai properti baku pembanding beserta ketidakpastiannya.
b. Sumber Baku Pembanding
Beberapa lembaga internasional dan nasional yang menjadi sumber utama baku pembanding antara lain:
- United States Pharmacopeia (USP): Menyediakan baku pembanding untuk obat dan makanan.
- European Pharmacopoeia (Ph. Eur.): Sumber baku pembanding yang diakui di Eropa dan banyak negara lain.
- World Health Organization (WHO): Menyediakan baku pembanding internasional, terutama untuk vaksin dan obat esensial.
- National Institute of Standards and Technology (NIST): Lembaga di bawah pemerintah AS yang menyediakan CRM untuk berbagai keperluan.
- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI): Di Indonesia, LIPI juga menyediakan baku pembanding untuk beberapa keperluan analitis.
Peran Baku Pembanding dalam Memastikan Keamanan, Kualitas, dan Efektivitas Produk
a. Keamanan Produk
Baku pembanding memastikan bahwa metode pengujian dapat mendeteksi kontaminan berbahaya seperti logam berat, pestisida, atau mikroba dalam produk obat dan makanan. Tanpa baku pembanding yang valid, ada risiko bahwa kontaminan tidak terdeteksi, sehingga produk berbahaya bisa saja beredar di pasaran.
b. Kualitas Produk
Dalam industri farmasi, kadar zat aktif harus sesuai dengan yang tertera pada label. Baku pembanding digunakan untuk memastikan bahwa setiap batch produk memiliki kualitas yang konsisten. Demikian pula dalam produk pangan, baku pembanding digunakan untuk memastikan kandungan gizi, aditif, atau bahan tambahan sesuai standar.
c. Efektivitas Produk
Untuk obat, efektivitas terapeutik sangat bergantung pada kadar zat aktif yang tepat. Baku pembanding memastikan bahwa metode pengujian dapat mengukur kadar zat aktif dengan akurat, sehingga obat dapat memberikan efek terapi yang diharapkan.
Hubungan dengan Regulasi (BPOM, USP, Ph. Eur., ISO, dll)
a. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Di Indonesia, BPOM mewajibkan penggunaan baku pembanding yang bersertifikat dalam pengujian produk sebelum izin edar dikeluarkan. BPOM juga sering melakukan pengujian sampel produk di pasaran menggunakan baku pembanding untuk memastikan kepatuhan terhadap standar yang ditetapkan.
b. United States Pharmacopeia (USP) dan European Pharmacopoeia (Ph. Eur.)
USP dan Ph. Eur. adalah dua farmakope terkemuka di dunia yang menyediakan baku pembanding untuk obat. Banyak negara, termasuk Indonesia, mengadopsi standar dari farmakope ini dalam regulasi nasionalnya. Penggunaan baku pembanding dari USP atau Ph. Eur. sering dianggap sebagai bukti kepatuhan terhadap standar internasional.
c. Standar Internasional (ISO)
ISO, khususnya ISO 17025 (Persyaratan kompetensi laboratorium pengujian dan kalibrasi), mewajibkan laboratorium menggunakan baku pembanding yang dapat dilacak ke standar internasional (seperti SI – Système International d’Unités). Hal ini untuk memastikan bahwa hasil pengujian dapat diakui secara global.
Studi Kasus: Penerapan Baku Pembanding dalam Pengujian Obat
Sebagai contoh, dalam pengujian tablet antibiotik amoksisilin, laboratorium akan menggunakan baku pembanding amoksisilin dari USP. Langkah-langkahnya adalah:
- Penyiapan Sampel: Tablet amoksisilin dihancurkan dan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai.
- Penyiapan Baku Pembanding: Baku pembanding amoksisilin dilarutkan dengan konsentrasi yang diketahui.
- Analisis: Kedua larutan (sampel dan baku) dianalisis menggunakan instrumen seperti HPLC (High Performance Liquid Chromatography).
- Perbandingan: Puncak kromatogram dari sampel dibandingkan dengan baku pembanding untuk menentukan kadar amoksisilin dalam tablet.
- Validasi: Metode divalidasi untuk memastikan akurasi, presisi, dan linearitas.
Tanpa baku pembanding, tidak mungkin untuk memastikan bahwa kadar amoksisilin dalam tablet sesuai dengan yang seharusnya, sehingga dapat membahayakan pasien jika kadarnya terlalu rendah (tidak efektif) atau terlalu tinggi (berisiko toksisitas).

Tabel Perbandingan Jenis Baku Pembanding
Berikut adalah tabel yang membandingkan jenis-jenis baku pembanding berdasarkan sumber, tingkat kemurnian, dan penggunaannya:
| Jenis Baku Pembanding | Sumber | Tingkat Kemurnian | Penggunaan Utama | Contoh Lembaga Penerbit |
| Primary Reference Standard | Farmakope internasional | Sangat tinggi (>99%) | Kalibrasi baku sekunder, validasi metode | USP, Ph. Eur., WHO |
| Secondary Reference Standard | Laboratorium atau industri | Tinggi (95-99%) | Pengujian rutin di laboratorium | Laboratorium industri |
| In-House Reference Standard | Laboratorium internal | Bervariasi | Pengujian internal, riset | Laboratorium farmasi/pangan |
| Certified Reference Material (CRM) | Lembaga sertifikasi nasional/internasional | Tinggi dengan sertifikat | Kalibrasi instrumen, pengujian akurasi | NIST, BAM, LIPI |
Tantangan dalam Penggunaan Baku Pembanding
Meskipun sangat penting, penggunaan baku pembanding tidak selalu mudah. Beberapa tantangan yang sering dihadapi antara lain:
a. Ketersediaan dan Biaya
Baku pembanding primer atau CRM seringkali mahal dan sulit diperoleh, terutama di negara berkembang. Hal ini dapat menjadi hambatan bagi laboratorium kecil atau industri kecil menengah.
b. Stabilitas dan Penyimpanan
Beberapa baku pembanding bersifat tidak stabil dan memerlukan penyimpanan khusus (misalnya suhu rendah atau terlindung dari cahaya). Kesalahan dalam penyimpanan dapat merusak baku dan membuatnya tidak dapat digunakan.
c. Pelacakan Sertifikasi
Laboratorium harus memastikan bahwa baku pembanding yang digunakan masih dalam masa berlaku sertifikatnya dan dilacak ke sumber yang dapat dipercaya. Ini memerlukan sistem dokumentasi yang baik.
Kesimpulan
Baku pembanding adalah elemen tak tergantikan dalam pengawasan obat dan makanan. Tanpa adanya baku pembanding yang valid dan andal, seluruh proses pengujian menjadi tidak berarti, sehingga berpotensi membahayakan kesehatan masyarakat dan merusak integritas industri. Dari penjelasan di atas, jelas bahwa baku pembanding bukan sekadar “bahan kimia standar”, melainkan fondasi dari setiap keputusan yang diambil berdasarkan hasil pengujian laboratorium.
Oleh karena itu, sangat penting bagi setiap laboratorium, industri farmasi, dan pangan untuk memastikan bahwa mereka menggunakan baku pembanding yang bersertifikat, berasal dari sumber terpercaya, dan disertai dengan dokumentasi yang lengkap. Regulasi yang ketat dari badan pengawas seperti BPOM juga harus diikuti dengan penuh tanggung jawab.
Dengan demikian, baku pembanding tidak hanya menjamin keakuratan teknis, tetapi juga menjadi jaminan moral bahwa setiap produk obat dan makanan yang beredar di pasaran aman, berkualitas, dan memberikan manfaat sebagaimana mestinya bagi konsumen. Investasi dalam baku pembanding yang berkualitas adalah investasi dalam kesehatan dan kepercayaan publik.
FAQ
1. Apa itu baku pembanding dan mengapa sangat krusial dalam pengawasan obat dan makanan?
Baku pembanding (reference standard) adalah zat yang telah teruji secara ketat dan digunakan sebagai “standar emas” dalam pengujian kualitatif maupun kuantitatif sampel obat dan makanan. Fungsinya sebagai tolok ukur untuk memastikan akurasi, presisi, dan konsistensi hasil analisis laboratorium. Tanpa baku pembanding, pengujian menjadi tidak valid, berisiko melewatkan kontaminan berbahaya (logam berat, pestisida), atau gagal memastikan kadar zat aktif dalam obat sesuai standar. Dalam pengawasan obat dan makanan, baku pembanding menjadi pondasi utama untuk menjamin keamanan produk, kepatuhan regulasi (seperti BPOM atau FDA), dan perlindungan kesehatan konsumen.
2. Apa saja jenis-jenis baku pembanding dan bagaimana perbedaan penggunaannya?
Baku pembanding diklasifikasikan menjadi 4 jenis utama:
- Primary Reference Standard: Standar primer dengan kemurnian sangat tinggi (>99%), dikeluarkan lembaga resmi seperti USP atau Ph. Eur. Digunakan untuk mengkalibrasi baku sekunder dan validasi metode.
- Secondary Reference Standard: Standar sekunder yang dikalibrasi terhadap primer. Kemurnian tinggi (95-99%), umum digunakan untuk pengujian rutin di laboratorium industri.
- In-House Reference Standard: Standar internal yang dibuat laboratorium untuk keperluan riset atau pengujian internal. Harus divalidasi terhadap standar primer/sekunder.
- Certified Reference Material (CRM): Standar bersertifikat dari lembaga terakreditasi (misal NIST atau LIPI), memiliki nilai properti terukur dengan ketidakpastian terdefinisi. Digunakan untuk kalibrasi instrumen dan pengujian akurasi tinggi.
Perbedaan utama terletak pada sumber, tingkat kemurnian, dan tujuan penggunaan—primer untuk kalibrasi, sekunder untuk rutinitas, CRM untuk akurasi terjamin, dan in-house untuk kebutuhan internal.
3. Apa tantangan utama dalam penggunaan baku pembanding dan bagaimana mengatasinya?
Tantangan utama meliputi:
- Ketersediaan dan Biaya: Baku primer/CRM mahal dan sulit diakses, terutama di negara berkembang.
Solusi: Kerjasama dengan distributor resmi (seperti PT. Karunia Jasindo) atau menggunakan baku sekunder yang terkalibrasi. - Stabilitas dan Penyimpanan: Beberapa baku rentan terhadap suhu, cahaya, atau kelembapan.
Solusi: Penyimpanan sesuai spesifikasi (misal -20°C) dan pemantauan masa kedaluwarsa. - Pelacakan Sertifikasi: Dokumentasi harus menunjukkan rantai pelacakan ke standar internasional (ISO 17025).
Solusi: Sistem manajemen laboratorium digital dan audit berkala.
Laboratorium juga disarankan mengikuti pedoman farmakope (USP, Ph. Eur.) dan bekerja sama dengan penyedia baku terpercaya untuk memastikan kualitas dan kepatuhan.





